Selasa, 28 April 2020

SEKILAS TENTANG PERTANIAN DI MESIR

Agus Rahmad
Republik Arab Mesir yang terletak di timur laut Benua Afrika ini memiliki luas 1.001.450 Km2 mencakup Semenanjung Sinai dan sebagian besar wilayahnya terletak di Afrika Utara. Mesir berbatasan dengan Libya di sebelah barat, Sudan di selatan, jalur Gaza dan Israel di utara-timur. Perbatasannya dengan perairan adalah Laut Tengah di utara dan Laut Merah di timur.


Mesir dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki suhu dan terik matahari tertinggi di dunia dengan suhu rata-rata pada Mei – September mencapai 38o C. Pada musim panas, untuk daerah-daerah gurun, suhunya antara 7 - 43oC, dan bahkan di musim dingin mencapai 0oC. Curah hujan di negeri ini relatif rendah dengan rata-rata 18 mm per tahunnya yang berkisar dari 0 mm di daerah gurun hingga 200 mm di daerah utara pesisir Laut Tengah.


Peradaban Mesir dari jaman kuno hingga saat ini tidak ada artinya tanpa kehadiran Sungai Nil yang terus mengalir dari Upper Egypt (selatan) hingga Lower Egypt (utara). Sungai Nil disebut-sebut sebagai sumber kehidupan dan peradaban sejak 3.000 S.M., karena melalui sungai inilah masyarakat memperoleh air minum, mengairi ladang dan minum ternak, menangkap ikan sekaligus dipakai sebagai jalur transportasi. Sampai dewasa inipun, dimana populasinya dewasa ini mencapai 80 juta jiwa, sekitar 95 persen penduduknya lebih menyukai tinggal di pinggiran Sungai Nil, terutama Iskandariyah dan Kairo, dan sepanjang Delta Nil dan dekat Terusan Suez.

Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan dan prioritas utama dalam pembangunan. Total area pertanian pada tahun 2006 mencapai kurang lebih 8.47 juta feddans (1 feddans=0.42 Ha) dan proyek-proyek pembangunan secara vertikal sudah ditargetkan untuk meningkatkan produktivitas pertanian sehingga diharapkan sama produktivitasnya dengan 14,6 juta feddans.

Walaupun sudah diterapkan berbagai teknologi pertanian yang relatif modern (mekanisasi pertanian, cold storage, mesin penangkap energi surya, dsb), Mesir dikenal pula sebagai salah satu Negara agraris yang tetap mempertahankan praktek-praktek dan kegiatan pertanian tradisionalnya, misalnya pengairan dengan cara menampung/mengumpulkan air hujan, aplikasi pupuk organik, rotasi tanaman, dan intensifikasi pertanian. 

Komoditas utama pertanian yang dikembangkan untuk daerah-daerah subur adalah barley dan gandum untuk pembuatan roti--sebagai bahan makanan pokok masyarakatnya--jagung, kapas, kentang, dan padi. Bawang merah, bawang putih, terong, buncis, kol, mentimun, adalah sebagian jenis sayuran yang hanya ditanam pada lahan yang tidak terlalu luas. Tanaman rami banyak dimanfaatkan untuk minyak dan membuat bahan tekstil linen. Sedangkan buah-buahan yang dibudidayakan adalah anggur, kurma, dan sitrus. 

Dibandingkan daerah utara Mesir, masyarakat di daerah selatan relatif miskin karena berdomisili di daerah gurun pasir dan oasis, sehingga terisolasi dalam jalur perdagangannya baik lokal maupun internasonal. Namun untuk beberapa wilayah gurun pasir dan pembukaan tanah-tanah pertanian yang baru, para petani berupaya untuk mengembangkan komoditas pertanian yang memiliki daya jual yang tinggi utamanya untuk eksport, seperti: tanaman herbal, biofarmaka, buah, dan sayuran. Sebagian petani pun sudah menerapkan pertanian organik pada lahan pertaniannya dengan tujuan meningkatkan kualitas produksi, ramah lingkungan yang mengarah pada kualitas hidup konsumen. Dengan penerapan sistem pertanian organik seperti ini, memudahkan pelaku pertanian untuk memperoleh sertifikat dan kemudahan mengakses pasar internasional dan mempromosikan kegiatan perdagangannya.

Departemen Pertanian negara tersebut sudah banyak memfasilitasi petani yang sebagian pendanaannya didukung oleh negara-negara pendonor baik dibidang ekonomi maupun pemberdayaan masyarakat di perdesaan, dengan cara meningkatkan ketrampilan dan kemampuan para pelaku pertanian. Penanggulangan dan pemberdayaan masyarakat miskin, yakni sekitar 10,7 juta (17% dari jumlah populasi) masih menjadi prioritas utamanya. Program kegiatan yang dilakukan antara lain adalah: peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan melalui perbaikan teknik budidaya pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Secara lebih spesifik, beberapa teknik pertanian yang sudah diintroduksikan kepada petani adalah dengan mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi, penerapan manajemen tanah dan air secara lebih baik, praktek-praktek pertanian organik, agroekosistem, kesehatan lingkungan dan upaya-upaya untuk mempertahankan keanekaragaman hayati sekaligus memfasilitasi dalam membuka saluran pemasaran yang dapat diakses oleh petani kecil sehingga memiliki peluang yang sama dalam mengakses pasar domestik maupun global. 

Permasalahan utama yang masih dihadapi masyarakat petani di Mesir adalah terbatasnya lahan yang subur (3,3 juta Ha) dan ketersediaan air. Kegiatan pertanian menggunakan hampir 80 persen air yang sebagian besar tersedia pada Sungai Nil. Kebanyakan daerah, hanya memperoleh sedikit atau curah hujan yang kurang efektif. Hal ini mendorong Pemerintah untuk membuat kebijakan pertanian dan program-program penelitian yang mengarah pada peningkatan produksi melalui intensifikasi, efisiensi sarana produksi pertanian, menekan pengaruh negatif lingkungan, efetivitas dan efisiensi pengelolaan sumberdaya alam dan manusia. Kebijakan ini diperkuat pula dengan membangun irigasi (termasuk membuat water tank, cystern, dsb), infrastruktur di perdesaan juga pemberian kredit pertanian dengan bunga rendah (6-8% per tahun)

Sedangkan reformasi pertanian yang sudah dilakukan Pemerintah Mesir antara lain adalah mengurangi kontrol pada harga input dan output pertanian, mengurangi struktur kuota hasil dan sistem distribusi pertanian, mengurangi campur tangan pemerintah dalam penentuan pola tanam, privatisasi baik perdagangan pertanian baik domestik dan ekspor, utamanya untuk beras, kapas, dan gula tebu.*** (Ajat Jatnika)